Masyarakat Multikultural - Diluar Sekolah

Selasa, 24 November 2015

Masyarakat Multikultural

Masyarakat Multikultural

Perkembangan Kelompok Dalam Masyarakat Multikultural

A. Pengertian Masyarakat Multikultural
Kemajemukan masyarakat adalah keanekaragaman penduduk dalam kesatuan masyarakat atau golongan-golongan atau kelompok-kelompok secara horizontal atau tidak bertingkat. Perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar perbedaan-perbedaan yang tidak menunjukkan tingkatan, ras, suku bangsa dan agama.

Berikut ini definisi masyarakat multikultural menurut para ahli.
1. J. S Furnival
Masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Menurut Furnival, berdasarkan susunan dan komunitas etniknya, masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori sebagai berikut:
a. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang
Merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas atau etnik yang mempunyai kekuatan kompetitif yang kurang lebih seimbang. Koalisi antar etnis diperlukan untuk membentuk suatu masyarakat yang stabil.
b. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
Merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah komunitas etnik dengan kekuatan kompetitif tidak seimbang, di mana salah satu kekuatan kompetitif yang merupakan kelompok mayoritas memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kelompok lainnya.
c. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
Yaitu yang di antara komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai kekuatan kompetitif di atas yang lain, sehingga kelompok tersebut mendominasi bidang politik dan ekonomi.
d. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
Yaitu masyarakat yang terdiri atas sejumlah besar komunitas atau kelompok etnis dan tidak ada satu kelompok pun yang mempunyai posisi politik atau ekonomi yang dominan.

2. Nasikun
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih tertib sosial, komunitas, atau kelompok-kelompok yang secara kultural, ekonomi, dan politik terpisah-pisah (terisolasi), serta memiliki struktur dan kelembagaan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya.

3. Clifford Geertz
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi dalam beberapa subsistem yang beridiri sendiri dan terikat dalam ikatan primordial

4. Pierre L Van den Berghe
Mengemukakan bahwa masyarakat majemuk mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Mengalami segmentasi ke dalam kelompok subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
d. Secara relatif seringkali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
e. Secara relatif tumbuh integrasi sosial di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.

B. Perkembangan Masyarakat Indonesia yang Multikultural
1. Kelompok Sosial Berdasarkan Ras
Pola pergaulan di Indonesia tidak mengenal adanya rasialisme atau superioritas satu ras di atas ras lainnya, walaupun terdapat beberapa kelompok ras yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok ras lainnya. Namun, hal ini tidak berarti ras tersebut ditempatkan secara istimewa atau dianggap lebih unggul yang akhirnya mengarah pada sikap rasialis yang bertentangan dengan konspesi masyarakat majemuk.

2. Kelompok Sosial Berdasarkan Bahasa
Setelah melalui proses panjang, akhirnya individu maupun kelompok yang memiliki perbedaan-perbedaan tadi ternyata mampu menghasilkan suatu persamaan yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena bahasa-bahasa suku yang mereka miliki berasal dari satu rumun, yaitu kelurga bahasa Austronesia. Jadi, mereka dapat cukup mudah saling menerima dan mempelajari bahasa suku bangsa lainnya dan menerima serta mempelajari bahasa baru seperti bahasa Indonesia.

3. Kelompok Sosial Berdasarkan Suku Bangsa

Di Indonesia terdapat sekitar 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, yang tercermin pada pola dan gaya hidup mereka masing-masing.
M.A Jaspan menyatakan bahwa masyarakat Indonesia terdiri atas 366 suku bangsa. Pernyataan ini menggunakan patokan atau kriteria yang didasarkan pada bahasa, daerah, kebudayaan dan susunan masyarakatnya.

4. Kelompok Sosial Berdasarkan Perbedaan Agama
Masyarakat Indonesia terbagi menjadi beberapa kelompok sosial yang diikat oleh unsur-unsur religi. Sedikitnya terdapat lima kelompok religi yang jumlah anggotanya cukup besar, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Buddha dan Hindu. Yang paling besar adalah kelompok muslim, mencapai 90% dari jumlah penduduk di Indonesia. Selain itu, masih terdapat kelompok masyarakat yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesi, kebebasan beragama sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing dijamin oleh negara.

I. Latar Belakang Kemajemukan Bangsa Indonesia


1. Latar Belakang Historis
Dalam pelajaran sejarah, kita telah mengetahui bahwa nenek moyang bangsa Indonesia sekarang ini berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian selatan yang pindah ke pulai-pulau di Nusantara. Perpindahan ini terjadi secara bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan Jawa. Sedangkan kelompok lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju Filipina dan kemudian meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau Sulawesi.

Perbedaan jalur perjalanan, proses adaptasi di beberapa tempat persinggahan yang berbeda, dan perbedaan pengalaman serta pengetahuan itulah yang menyebabkan timbulnya perbedaan suku bangsa dengan budaya yang beranekaragam di Indonesia.

2. Kondisi Geografis
Merupakan suatu kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri atas pulau-pulau yang satu sama lain dihubungkan oleh laut dangkal yang sangat potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu memperlihatkan relief yang beranekaragam. Perbedaan-perbedaan lainnya menyangkut curah hujan, suhu dan kelembaban udara, jenis tanah, flora dan fauna yang berkembang di atasnya.
Perbedaan-perbedaan kondisi geografis ini telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan dan lain-lain.

3. Keterbukaan Terhadap Kebudayaan Luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang mewarnai sejarah kebudayaan Indonesia adalah ketika orang-orang India, Cina, dan Arab mendatangi wilayah Indonesia, disusul oleh kedatangan bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang membawa kebudayaan yang beragam.
Daerah-daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir, paling cepat mengalami perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana transportasi, hubungan antarkelompok masyarakat semakin intensif dan semakin seringpula mereka melakukan pembauran. Sedangkan daerah yang terletak jauh dari pantai umumnya hanya terpengaruh sedikit, sehingga berkembang corak budaya yang khas pula.

J. Konsekuensi Masyarakat Multikultural

1. Interseksi

a. Pengertian Interseksi
Interseksi adalah
titik perpotongan atau pertemuan atau persilangan antara dua garis atau dua arah. Menurut Soerjono Soekanto, dalam kamus sosiologi, section atau seksi adalah suatu golongan etnis dalam suatu masyarakat yang majemuk, misalnya etnis Sunda, Jawa, Bugis, Minang dan lain-lain. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa interseksi merupakan persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.
Secara sederhana, perbedaan suku bangsa, agama, ras daerah dan kelas sosial saling silang-menyilang satu sama lain, sehingga menghasilkan golongan-golongan yang juga saling silang menyilang. Oleh sebab itu, di banyak daerah, penggolongan individu-individu akan sekaligus menempatkan seseorang atau kelompok masyarakat pada beberapa kriteria.
Sebagai suatu proses sosial, interseksi mempunyai akibat terhadap kemajemukan masyarakat, diantaranya:
1) Meningkatkan solidaritas
2) Menimbulkan potensi konflik

b. Saluran Interseksi di Indonesia
Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial tidak terjadi begitu saja, namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dilakukan melalui hubungan ekonomi, sosial dan politik.
1) Hubungan ekonomi
a) Melalui perdagangan
b) Melalui perindustrian
2) Hubungan sosial
a) Melalui perkawinan
b) Melalui pendidikan
3) Hubungan politik
Hubungan diplomatik atau hubungan antar negara juga akan menyebabkan terjadinya proses interseksi di antara para pejabat atau utusan dari masing-masing negara.

2. Konsolidasi
Merupakan perbuatan yang memperteguh atau memperkuat suatu hubungan. Jadi, konsolidasi adalah suatu proses penguatan atau peneguhan keanggotaan individu atau beberapa kelompok yang berbeda dalam suatu kelompok sosial, melalui tumpang tindih keanggotaan. Konsolidasi merupakan suatu proses yang berlangsung pada masyarakat majemuk.

Di dalam berbagai masyarakat, selalu terjadi konsolidasi atau tumpang tindih kriteria penentu keanggotaan kelompok atau kelas sosial. Tumpang tindih terjadi misalnya antara suku bangsa dengan agama, suku dengan pekerjaan, duku dengan kelas sosial dan lain-lain. Sehingga identitas agama dapat sekaligus merupakan identitas suku bangsa yang bersangkutan atau identitas suku dengan pekerjaan tertentu. Misalnya suku Melayu identik dengan agama Islam, suku Bali identik dengan agama Hindu, suku Minang dan Cina identik dengan pekerjaan dagang atau usaha jasa.

3. Mutual Akulturasi
Jika suatu kelompok masyarakat dengan tipe kebudayaan tertentu memiliki sikap terbuka dengan kebudayaan lain, maka akan terjadi mutual akulturasi. Suatu mutual akulturasi didahului oleh interseksi yang berjalan terus-menerus sehingga menimbulkan rasa saling menyukai kebudayaan lainnya dan secara sadar atau tidak, individu-individu masyarakat tersebut akan mengikuti dan menggunakan perwujudan kebudayaan lain tadi. Misalnya, makanan dari beberapa etnis diminati dan disukai oleh kelomok masyarakat lainnya.

4. Primordialisme
Primordialisme adalah suatu pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya sehingga membentuk sikap tertentu. Primordial artinya ikatan-ikatan utama seseorang dalam kehidupan sosial, dengan hal-hal yang dibawa sejak kelahirannya, seperti suku bangsa, ras, daerah dan sebagainya.
Primordialisme muncul disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1) Adanya sesuatu yang dianggap istimewa pada rasnya, suku bangsanya, agamanya atau daerah kelahirannya
2) Sikap ingin mempertahankan keutuhan kelompok atau komunitas dari ancaman luar
3) Adanya nilai-nilai yang dijunjung tinggi karena berkaitan dengan keyakinan, misalnya nilai keagamaan, falsafah hidup dan lain-lain.

5. Stereotip Etnis
Stereotip etnis berkaitan dengan ras, suku bangsa, kepercayaan, pekerjaan maupun kebangsaan. Pada hakikatnya seteotip merupakan imaginasi mentalitas yang kaku, yaitu dalam wujud pemberian penilaian negatif yang ditujukan kepada out-groupnya. Sebaliknya kepada sesama in-group akan memberikan penilaian yang positif. Stereotip dengan outgroup yang kaku dapat menyebabkan timbulnya prasangka (prejudice) yang kuat.

Tumbuhnya stereotip dalam diri seseorang adalah sebagai akibat pengaruh suatu persepsi tertentu dan berfungsi untuk meyakinkan diri sendiri. Adanya berbagai perbedaan ras diantara segmen penduduk yang porsinya tidak sama dalam wilayah geografis atau sosial, akan dapat menimbulkan kesulitan. Stereotip etnis ini dapat menyebabkan seseorang bersifat konservatif dan tertutup terhadap hal-hal baru dan asing.

F. Etnosentrisme
Ada satu suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati”. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompoknya sendiri adalah pusat segalanya dan semua kelompok yang lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi. Dengan kata lain etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.

Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik buruknya, tinggi rendahnya dan benar ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan kita. sebagian besar meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrime. Etnosentrisme adalah suatu tanggapan manusiawi yang universal, yang ditemukan dalam seluruh masyarakat yang dikenal, dalam semua kelompok dan praktisnya dalam seluruh individu.

1. Kepribadian dan Etnosentrisme
Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Dalam bukunya The Authoritarian Personality, Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, pemeluk agama yang fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain.


Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul,

2. Pengaruh Etnosentrisme
a. Meningkatkan kesatuan, kesetiaan dan moral kelompok

Kelompok-kelompok etnosentris tampak lebih bertahan daripada kelompok yang bersikap toleran. Etnosentrisme mengukuhkan nasionalisme dan patriotisme. Tanpa etnosentrisme, kesadaran nasional yang penuh semangat mungkin sekali tidak akan terjadi.

b. Perlindungan terhadap perubahan
Di negara Jepang pada abad ke-19, etnosentrisme telah dipakai untuk menghambat masuknya unsur asing ke dalam kebudayaan. Usaha menghambat perubahan kebudayaan semacam itu tidak pernah seluruhnya berhasil; perubahan terjadi pada bangsa Jepang. Karena tidak ada kebudayaan yang sama sekali statis, setiap kebudayaan harus berubah untuk mempertahankan kelangsungannya. Pada saat ini etnosentrisme di India membantu mempertahankan India dari kaum komunis, tetapi India tidak mungkin tetap non komunis bila tidak memodernisasikan teknologinya dan mengendalikan perkembangan penduduk dengan cepat dan perubahan ini dihambat oleh etnosentrisme. Jadi dalam situasi-situasi tertentu, etnosentrisme meningkatkan kestabilan kebudayaan dan kelangsungan hidup kelompok; dalam situasi lain, etnosentrisme meruntuhkan kebudayaan dan memusnahkan kelompok.

Adalah ironis bahwa merka yang menganjurkan perubahan sering gagal karena etnosentrisme mereka. Mereka menolak cara kehidupan “penduduk asli” sebagai tidak berguna dan menganggap teknologi “modern” pasti unggul. Sebagai contoh program pengembangan pertanian Amerika telah sering gagal karena mereka mencoba memindahkan peternakan Amerika, tanaman-tanamkan Amerika dan teknologi pertanian Amerika ke negara-negara terbelakang. Lebih kongkrit lagi, di Amerika sendiri para penggembala domba masih menuntut untuk meneruskan meracun serigala, yang ditinjau dari segi lingkungan merusak dan sangat tidak efektif. Mereka tidak mengacuhkan cara yang sederhana dalam menggendalikan serigala seperti yang dilakukan oleh Suku Navajo dari Arizona selama beberapa generasi. Suku Navajo membesarkan anjing-anjing bersama-sama dengan domba mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai binatang kesayangan. Anjing-anjing itu melindungi domba-domba, biayanya murah dan tidak merusak lingkungan. Keyakinan etnosentris dalam teknologi tinggi dan sikap merendahkan orang-orang “terbelakang” sering menyebabkan kita buta terhadap hal-hal praktis.

G. Politik Aliran

Politik aliran (sectarian) merupakan konsekuensi lain dari bentuk-bentuk struktur sosial. Konsep sektarian pertama kali dikemukakan oleh Clifford Geertz dalam kajiannya di Jawa Timur. Ia mengatakan bahwa ada tiga golongan dalam masyarakat Jawa, yaitu golongan santri, golongan priyayi, dan golongan abangan. Ketiga golongan itu memiliki aliran yang berbeda-beda satu sama lain sehingga hubungan diantara ketiganya diwarnai oleh sikap saling curiga, terutama mengenai gagasan-gagasan yang mereka bawa dan mereka yakini masing-masing.

Golongan santri digunakan untuk mengacu pada orang yang memiliki pengetahuan dan mengamalkan agama serta biasanya berpusat di daerah perdagangan atau pasar. Kaum priyayisering dianggap sebagai kalangan terpelajar, pamong praja, dan berpendidikan serta sering berpusat di kantor pemerintah. Sementara abangan digunakan untuk mereka yang bukan priyayi dan bukan juga santri, berpusat di daerah pedesaan dengan pengalaman keagamaan campuran Islam dan animisme.

Dari pemikiran Geertz itu, Herbert Feith kemudian menjabarkan ada lima aliran politik di Indonesia, yaitu pemikiran politik yang dipengaruhi oleh campuran Hindu, tradisionalisme Jawa, Islam serta Barat ke dalam ideologi komunisme, nasionalisme radikal, sosialisme, Islam, dan tradisionalisme Jawa.

Banyaknya politik aliran yang berkembang dalam suatu negara menunjukkan terdapat banyak pula ideologi yang dianut masyarakat negera tersebut. Politik aliran dengan berbagai ideologi itu dapat dijadikan sebagai tempat menyalurkan aspirasi masyarakat yang tentunya berbeda-beda pula.

YANG LEBIH LENGKAP SILAHKAN DOWNLOAD DISINI YA
DAN BUKU SOSIOLOGI KELAS 11 ELEKTRONIK PDF DOWNLOAD DISINI

Share with your friends